Propinsi
Yudea termasuk wilayah kekuasaan Romawi yang memiliki letak paling
timur. Dalam sejarah imperium Romawi, propinsi Yudea termasuk wilayah
dengan kondisi paling tidak stabil karena sering terjadi
pemberontakan. Pada tahun 70 AD misalnya, terjadi pemberontakan yang
dikenal sebagai Perang Besar Yahudi. Kekaisaran Romawi
berhasil menumpas para pemberontak dilanjutkan dengan menghancurkan
kota Yerusalem.
Sanhedrin. Image: Wikimedia |
Pada
tahun 130 AD (delapan tahun sebelum Antoninus Pius berkuasa), Kaisar
Hadrian mengunjungi reruntuhan Yerusalem. Kaisar menjanjikan untuk
membangun kembali kota itu. Namun orang-orang Yahudi merasa ditipu
ketika mereka mengetahui bahwa ia bermaksud membangun kembali kota
suci kaum Yahudi tersebut sebagai sebuah metropolis paganisme Romawi.
Menurut rencana, sebuah kuil baru yang akan dibangun di atas Bait
Suci Kedua akan dipersembahkan kepada dewa Yupiter. Pemicu konflik
semakin meningkat ketika kaisar Hadrian melarang sunat (brit milah),
yang olehnya dianggap sebagai perilaku barbar karena melakukan
mutilasi alat kelamin.
Rabi
Akiba, seorang Ahli Kitab Yahudi meyakinkan pihak Sanhedrin (Mahkamah
Agama) untuk mendukung pemberontakan yang direncanakan, dan
menganggap pemimpin yang terpilih, Simon Bar Kokhba, sebagai Mesias
Yahudi. Sanhedrin merupakan dewan tertinggi agama Yahudi. Istilah
Mahkamah Agama juga tidak sepenuhnya tepat, sebab lembaga itu
memiliki sifat politis juga.
Para
pemimpin mesianik Yahudi dengan cermat merencanakan pemberontakan
kedua untuk menghindari berbagai kesalahan pada pemberontakan
sebelumnya. Pada tahun 132 AD, pemberontakan Bar Kokhba dengan cepat
menyebar di seluruh wilayah Yudea. Mereka akhirnya berhasil
mengalahkan dan mengusir pasukan Romawi di Yerusalem. Bar Kokhba dan
para pengikutnya mendirikan sebuah negara Yahudi yang berdaulat
selama dua setengah tahun sesudah itu. Administrasi sipil yang
bersifat fungsional dipimpin oleh Simon Bar Kokhba. Era
penebusan Israel diumumkan, kontrak-kontrak ditandatangani dan
mata uang dicetak dengan tulisan 'Tahun Pertama Penebusan Israel'.
Adapun Rabi Akiba terpilih sebagai pemimpin Sanhedrin. Ritual
keagamaan Yahudi dirayakan, korbanot (penyerahan kurban) dilakukan
kembali di altar. Sejumlah upaya juga dilakukan untuk memulihkan Bait
Allah di Yerusalem.
Pemberontakan
ini mengejutkan imperium Romawi. Kaisar Hadrian segera menyiapkan
pasukan dalam jumlah besar. Banyaknya pasukan Romawi yang dikerahkan
untuk menghadapi kaum pemberontak ini melebihi jumlah pasukan Romawi
yang bertempur melawan kaum Yahudi pada tahun 70 AD. Pertempuran
berlangsung selama tiga tahun hingga akhirnya pasukan Romawi berhasil
menghancurkan para pemberontak pada musim panas tahun 135 AD. Setelah
kehilangan Yerusalem, Bar Kokhba dan sisa-sisa pasukannya
mengundurkan diri ke benteng Betar, yang kemudian juga dikepung.
Sejumlah pemberontak terbunuh di sana, termasuk Bar Kokhba dan Rabi
Akiba. Adapun yang lain-lainnya menghilang di gua-gua yang berhadapan
dengan Laut Mati.
Penghancuran. Image: doctorgurgul.deviantart.com |
Al-Quran
menjelaskan hal ini dalam ayat berikut:
Kemudian dia menempuh
jalan (yang lain). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit
matahari (sebelah Timur) dia mendapati matahari itu menyinari
segolongan umat yang Kami tidak
menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya
dari (cahaya) matahari itu. demikianlah. dan sesungguhnya
ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya. [Quran 18: 89-91]
Ahli
Tafsir memaknai ayat di atas sebagai kaum yang miskin. Mereka adalah
kaum Yahudi yang tinggal di propinsi Yudea setelah pemberontakan Bar
Kokhba. Tetapi sebenarnya dari pihak imperium Romawi juga mengalami
korban jiwa yang tidak sedikit. Banyak pasukan Romawi yang gugur
dalam pertempuran. Setidaknya ada dua legiun pasukan yang dibubarkan.
Jumlah pasukan Romawi yang mengalami luka berat dan luka ringan juga
sangat banyak. Ketika menyampaikan kondisi di Yudea kepada Senat,
kaisar Hadrian mengatakan: “Kalau anda dan anak anda dalam kondisi
baik, itu bagus. Aku dan pasukanku dalam kondisi baik”.
Kaisar
Hadrian berusaha membasmi Yudaisme yang dipandangnya sebagai penyebab
pemberontakan yang terus-menerus. Ia melarang hukum Taurat, melarang
penggunaan kalender Yahudi dan menghukum mati para ahli Yudaisme.
Gulungan suci dibakar dalam sebuah upacara di Gunung Bait Allah. Di
bekas tempat kudus Bait Allah, ia menempatkan dua buah patung: patung
dewa Yupiter, dan patung dirinya sendiri. Untuk menghapuskan sejarah
pahit tentang Yudea, ia menghapus nama itu dari peta dan menggantinya
dengan nama 'Syria Palaestina'.
Reruntuhan bangunan. Image: Wikimedia |
Kondisi
propinsi Yudea belum pulih hingga akhir pemerintahan kaisar Hadrian.
Ketika Antoninus Pius menjadi penguasa Romawi, spirit keadilan dan
kebaikan hati sang kaisar seperti berkah bagi orang-orang Yahudi,
khususnya kepada mereka dari propinsi Yudea. Begitu orang-orang
Yahudi tahu tentang perubahan penguasa, mereka mengirim sebuah
kedutaan, yaitu Yehuda b. Shamu'a, ke Roma untuk bernegosiasi untuk
perbaikan dalam kondisi mereka (Meg. Ta'anit, xii.). Melalui
perantaraan seorang sipir berpengaruh mereka berhasil dalam pengadaan
pengobatan ringan. Pada tahun 138 atau 139 AD kaisar mengizinkan
pemakaman tentara Yahudi dan martir yang gugur dalam pertempuran
melawan pasukan Romawi (Yer. Ta'anit, iv . § 5, 69A; Ta'anit,
31a).
Setengah
tahun kemudian (139 atau 140 AD) Antoninus mencabut peraturan dari
Hadrian - yang melarang orang-orang Yahudi menjalankan ibadah dan
hukum Taurat. Antoninus Pius juga mencabut larangan bagi kaum Yahudi
memasuki Yerusalem. Orang-orang Yahudi yang sebelumnya melarikan diri
ke luar dari wilayah imperium Romawi untuk menghindari penganiayaan
dari Hadrian secara bertahap kembali ke rumah mereka. Kondisi
politik, kesejahteraan, sosial keagamaan dan keamanan di propinsi
Yudea mulai membaik. [bersambung]