Pendahuluan

Al-Quran sebagai suatu mukjizat terbesar bagi Nabi Muhammad s.a.w sangat diagungkan oleh kaum Muslimin, karena sebagai sumber petunjuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Hal ini terbukti dengan perhatian yang amat besar terhadap pemeliharaannya semenjak turunnya di masa Rasulullah sampai kepada tersusunnya sebagai suatu mushaf di masa Utsman bin Affan. Kemudian sesudah Utsman, mereka memperbaiki tulisannya dan menambah harakat serta titik pada huruf-hurufnya, dengan tujuan agar mudah dibaca oleh umat Islam yang tidak menggunakan bahasa Arab dalam percakapan sehari-hari.

Dalam Al-Quran, terdapat ilmu bahasa Arab seperti ilmu Nahwu, ilmu Sharaf, Balaghah, dan ilmu Arudh. Tingginya kualitas bahasa tidak mampu ditandingi oleh syair atau prosa yang biasa diungkapkan dalam bentuk bahasa lisan dan tertulis. Hal ini juga dianggap sebagai salah satu keajaiban Al-Quran. Definisi mukjizat menurut KBBI adalah kejadian ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Konsep mukjizat sendiri sebenarnya relatif. Banyak hal yang aneh pada zaman dahulu, tetapi bisa dijelaskan secara ilmiah pada zaman sekarang. 

Al-Quran menggambarkan Nabi Muhammad s.a.w sebagai 'ummi', yang secara tradisional ditafsirkan sebagai 'buta huruf', tetapi maknanya agak lebih kompleks. Para ahli tafsir abad pertengahan seperti Al-Tabari menyatakan bahwa istilah tersebut bisa diartikan dua makna: pertama, ketidakmampuan untuk membaca atau menulis pada umumnya; kedua, tidak memiliki pengalaman atau ketidaktahuan dari buku atau kitab suci sebelumnya.

Umumnya para ulama sepakat pada makna pertama. Selain itu, menjadi 'ummi' dianggap sebagai tanda keaslian kenabiannya. Misalnya, menurut Fakhr al-Din al-Razi, jika Nabi Muhammad s.a.w dapat menguasai kemampuan menulis dan membaca, beliau tentu akan mempelajari buku-buku dari para leluhur. Beberapa cendekiawan seperti William Montgomery Watt lebih memilih makna kedua. Hal ini karena Nabi Muhammad s.a.w tidak memiliki pengetahuan sebelumnya dari isi dalam Quran. Di sisi lain banyak ayat yang belum bisa dijelaskan secara ilmiah pada zaman Nabi. Makna dari ayat-ayat tersebut baru terungkap setelah beberapa waktu kemudian. Mayoritas pemikir Muslim menerima faktualitas keajaiban yang terdapat dalam Al-Quran.