Friday, July 15, 2016

Komet Membawa Air Ke Bumi

Bumi dikenal sebagai Blue Planet karena lautan, yang mencakup lebih dari 70 persen dari permukaan dan merupakan rumah bagi keragaman terbesar di dunia kehidupan. Namun, untuk waktu yang cukup lama, manusia belum tahu darimana - atau kapan - air tiba di bumi. Air sangat penting untuk kelangsungan hidup kita, tapi anehnya, kita tidak tahu apa-apa tentang sejarah atau asal-usul air. Ketika masih berada di jenjang sekolah, guru mengajarkan kepada kita tentang siklus penguapan air dari lautan atau danau, kondensasi membentuk awan, lalu hujan turun masuk ke lautan dan danau. Tetapi tidak ada rincian yang menjelaskan darimana air di bumi berasal.

Komet. Image: solarsystemquick.com
Al-Quran memberikan penjelasan kepada kita mengenai asal usul air dalam ayat berikut:

Dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan. [Quran 24: 43]

Bagian yang ditulis dengan warna biru dan merah adalah apa yang kita kenal sebagai komet (baca tulisan sebelumnya mengenai dampak komet terhadap punahnya dinosaurus). Salah satu teori mengenai asal-usul air di bumi menyatakan bahwa air berasal dari komet. Hal ini mengacu pada fakta bahwa komet memiliki air es dalam jumlah sangat banyak. Selain itu, komet terbukti membawa komponen yang penting bagi asal usul kehidupan di bumi. Komponen tersebut meliputi asam amino glisin yang umumnya ditemukan dalam protein, dan fosfor sebagai komponen kunci dari DNA dan membran sel. Air telah memainkan peran penting dalam munculnya kehidupan di bumi. Tanpa air, bumi kemungkinan besar menjadi planet mati.

Tetapi masih ada problem yang harus dijawab mengacu pada teori bahwa asal muasal air berasal dari komet.

Setelah melakukan penelitian, para ilmuwan menemukan bahwa komposisi kimia pada air komet ternyata berbeda dengan komposisi kimia pada air yang ada di lautan. Pengukuran dengan instrumen Rosina menunjukkan bahwa rasio deuterium-to-hidrogen pada komet 67P / Churyumov-Gerasimenko memiliki deuterium lebih tinggi dibandingkan dengan air di bumi.

D / H. Image: archive.stcsi.edu
Rasio deuterium-to-hidrogen pada komet ==> 5.3 ± 0.7 x 10-4

Rasio deuterium-to-hidrogen pada lautan ==> 1.55 x 10-4

Tanpa harus masuk pada penjelasan yang rumit, penelitian membuktikan bahwa komet memiliki rasio deuterium-to-hidrogen sebanyak tiga kali lipat dibandingkan dengan air lautan. Dari sini, sebagian ilmuwan kemudian mengambil kesimpulan bahwa kemungkinan air di bumi bukan berasal dari komet, tetapi dari asteroid.

''Bukti memberitahu kita bahwa komposisi kimia pada air laut berbeda dengan komposisi kimia pada air komet. Jika asal usul air di bumi benar-benar berasal dari komet, lalu kenapa air laut memiliki kandungan deuterium lebih sedikit dibandingkan dengan air pada komet?''

Dalam kajian ilmiah, kita tidak bisa hanya sekedar berasumsi. Kita harus membuktikannya dengan pengamatan dan eksperimen.

Kembali kepada pertanyaan, kenapa air laut memiliki kandungan deuterium lebih sedikit dibandingkan dengan air pada komet? Secara sederhana, hal ini karena kondisi laut saat ini berbeda dengan kondisi laut milyaran tahun yang lalu.

Untuk menjawab misteri ini, para peneliti dari Denmark melakukan pengamatan pada mineral yang disebut serpentine (serpentine terbentuk ketika kerak bumi bertemu dengan air laut pada suhu tinggi melalui saluran dan retakan di bawah dasar laut). Para peneliti dalam hal ini memilih serpentine di wilayah Greenland barat di mana beberapa batu tertua di bumi terbentuk. Batu diperkirakan memiliki usia 3,8 miliar tahun yang lalu.

Serpentine. Image: Wikimedia
Sampel batuan yang diambil kemudian dianalisis di laboratorium di Universitas Stanford di California, Amerika Serikat. Tes mengungkapkan bahwa rasio deuterium-to-hidrogen secara signifikan lebih tinggi daripada yang terlihat pada hari ini.

Penjelasan dari para peneliti adalah sebagai berikut:

Empat milyar tahun yang lalu, komposisi kimia dari air laut terbagi menjadi hidrogen, deuterium dan oksigen melalui proses yang disebut methanogenesis. Hidrogen dan deuterium merupakan gas low-density, sehingga keduanya naik melalui atmosfer dan akhirnya menuju ke antariksa (methanogenesis merupakan proses dimana air dan karbon dioksida bereaksi membentuk metana, dan kemudian hidrogen).

Reaksi Kimia:
1. 2H2O (water) + CO2 (carbon dioxide) ==> CH4 (methane) + 2O2 (oxygen)
2. CH4 (methane) + 2O2 (oxygen) ==> CO2 + O2 + 2H2 (hydrogen)

Net Effect:
2H2O (water) ==> O2 (oxygen) + 2H2 (hydrogen)

Artinya, methanogenesis dalam hal ini hanya efektif untuk menghasilkan hidrogen yang menghilang ke antariksa, tetapi tidak untuk deuterium. Methanogenesis juga bisa menghasilkan deuterium, namun proses ini secara signifikan jauh lebih lambat. Hal ini secara perlahan namun pasti mengubah rasio deuterium-to-hidrogen pada air laut. Dengan menganalisis hidrogen dan deuterium yang telah menghilang dari lautan selama empat miliar tahun lalu, para peneliti menghitung bahwa lautan telah kehilangan sekitar seperempat air mereka sejak lautan itu sendiri pertama kali terbentuk. Wallaahu a'lam bishawaab.