Tuesday, July 5, 2016

Al-Quran Menjelaskan Bahwa Bumi Berbentuk Elips

Konsep bumi berbentuk bundar pertama kali dicetuskan sekitar 500 BC oleh Pythagoras (Filsuf dan matematikawan Yunani kuno). Pythagoras mengusulkan bumi berbentuk bola, berdasarkan estetika tanpa ditunjang oleh bukti fisik apapun. Dia berpendapat bahwa bola itu adalah bentuk yang paling sempurna. Mungkin yang pertama kali mengusulkan bumi bundar berdasarkan bukti fisik sebenarnya adalah Aristoteles (384-322 BC), yang mencantumkan beberapa argumen untuk bumi berbentuk bola: lambung kapal menghilang saat mereka berlayar di atas cakrawala, bumi menghasilkan bayangan bulat di bulan selama gerhana bulan, dan konstelasi yang berbeda terlihat pada garis lintang yang berbeda. Dengan penyebaran budaya Yunani di timur, astronomi Helenistik disaring oleh peradaban India kuno dimana pengaruhnya yang mendalam mulai terlihat pada abad-abad awal Masehi. Aryabhatta (476-550 AD) adalah astronom dan matematikawan India klasik yang menangani bidang bumi dan gerak planet. Dua bagian terakhir dari karyanya, Aryabhatiya, yang diberi nama Kalakriya ("perhitungan waktu") dan Gol ("bola"), menyatakan bahwa Bumi itu bundar.

Bumi dilihat dari antariksa. Image: NASA
Gambar di atas adalah photo bumi dilihat dari antariksa menggunakan pesawat Apollo 17. Para kru terdiri dari Eugene A. Cernan, Ronald E. Evans, dan Harrison H. Schmitt. Pemandangan menakjubkan tersebut terjadi saat mereka bepergian ke bulan pada 7 Desember 1972. Ini adalah pertama kalinya astronot dapat memotret es yang ada di kutub selatan. Hampir seluruh garis pantai Afrika terlihat jelas, bersama dengan Jazirah Arab. Kita bisa melihat bahwa bumi tidak sepenuhnya bundar, melainkan menyerupai telur.

Al-Quran menjelaskan kepada umat manusia 14 abad yang lalu bahwa bumi memiliki bentuk menyerupai bola. Jadi bukan berbentuk rata. Hal ini terdapat dalam ayat berikut:

Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. [Surat Az-Zumar Ayat 5]

Kata يُكَوِّرُ atau ''menutupkan'' secara bahasa memiliki makna melapisi suatu obyek yang berbentuk bundar - lazim digunakan untuk penutup kepala seperti sorban. Karena itu ayat di atas bisa dimaknai sebagai: menjadikan malam melingkari siang (dengan gelapnya), dan menjadikan siang melingkari malam (dengan cahayanya).

Selain konsep bumi bulat, terdapat juga model bumi datar berupa suatu kepercayaan yang menyatakan bahwa bumi berbentuk datar. Hal ini banyak diyakini oleh berbagai macam budaya. Pada periode awal, Mesopotamia dan Mesir menganggap bumi sebagai piringan datar yang mengambang di laut. Gambaran tentang hal itu ditemukan dalam catatan Homer dari abad ke 8 BC.

Beberapa filsuf Yunani kuno pra-Socrates percaya bahwa bumi itu datar. Thales berpendapat bahwa bumi datar mengambang di air seperti kayu gelondongan. Anaximander meyakini bentuk bumi adalah silinder pendek berbentuk datar. Anaximenes dari Miletus percaya bahwa bumi itu datar dan mengambang di udara, sama seperti matahari dan bulan. Xenophanes menganggap bahwa bumi itu datar, dengan sisi atas yang menyentuh udara, adapun sisi bawah tidak memiliki batas. Anaxagoras sepakat bahwa bumi itu datar. Murid Anaxagoras, Arkhelaus, percaya bahwa bumi datar tertekan di tengah seperti cawan. Sejarawan Hecataeus dari Miletus percaya bahwa bumi itu datar dan dikelilingi oleh air.

Konsep bumi datar. Image: Pixabay
Pandangan kosmologi bumi datar bukan hanya dianut oleh peradaban Mesopotamia, Mesir dan Yunani, tetapi juga peradaban Eropa kuno, India, Jepang dan Cina. Masyarakat Eropa kuno seperti orang-orang Norse dan Jerman percaya pada kosmografi bumi datar dengan bumi yang dikelilingi oleh lautan, dengan pohon dunia (Yggdrasil) atau pilar (Irminsul) di tengahnya. Peradaban India kuno mengatakan bahwa bumi adalah piringan yang terdiri dari empat benua dikelompokkan seperti pada kelopak bunga. Dalam pandangan Jepang kuno, bab pertama dari Nihongi ('Chronicles of Japan') menggambarkan kepercayaan Jepang kuno bahwa bumi itu datar, berupa lahan kering melayang 'seperti minyak' di atas air.

Di Cina kuno, kepercayaan yang berlaku adalah bahwa bentuk bumi itu datar dan persegi, sedangkan langit itu bulat. Ahli kebudayaan Cina asal Inggris, Cullen menekankan titik bahwa tidak ada konsep bumi berbentuk bulat dalam astronomi Cina kuno. Pemikiran Cina pada bentuk bumi tetap hampir tidak berubah dari awal sampai kontak pertama dengan ilmu pengetahuan modern pada abad ketujuh belas.

Dalam al-Qur'an banyak ayat yang sekilas mendukung pandangan mengenai model bumi datar. Salah satunya adalah ayat berikut:

Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata. [Surat Qaf Ayat 7]

Kata مَدَدْ atau 'hamparkan' tidak secara otomatis menyatakan bahwa bumi itu berbentuk bangun datar. Penggunaan kata ''meratakan'' dalam bahasa arab secara spesifik adalah tastah, berasal dari kata mustaha yang berarti datar atau lurus. Adapun kata مَدَدْ dalam bahasa arab memiliki makna membuat suatu obyek menjadi lebih besar atau dalam hal ini adalah menambah volume bola bumi. Bumi kita ketika terbentuk tidak spontan memiliki ukuran dengan diameter ekuator sepanjang 12.756 km seperti sekarang ini, melainkan dimulai dari partikel berukuran kecil, melalui proses yang disebut sebagai akresi.

Walaupun demikian, ada studi yang menjelaskan bahwa bumi memang pernah datar pada awal pembentukannya. Sebuah penelitian menyatakan bahwa sekitar 4,4 miliar tahun yang lalu bumi berbentuk datar, tandus dan hampir seluruhnya berada di bawah air. Perdebatan bentuk bumi ini telah berlangsung dalam berbagai kebudayaan selama berabad-abad. Seiring dengan perkembangan dunia teknologi yang semakin canggih serta kemampuan manusia untuk pergi ke luar angkasa guna mengambil foto bumi dari atas atmosfer, memberikan bukti jelas bahwa bentuk bumi adalah elips. Wallaahu a'lam bishawaab.