Sunday, July 10, 2016

Prediksi Al-Quran Mengenai Kemenangan Bangsa Romawi

Konflik antara kerajaan Persia melawan kerajaan Romawi memiliki kronologi sangat panjang dalam sejarah. Namun, mengingat tujuan penulisan artikel ini, banyak bagian yang harus kami hilangkan tanpa mengurangi substansi cerita. Artikel ini hanya meringkas secara singkat sejarah Perang Persia-Romawi terutama pada masa jatuhnya Yerusalem pada tahun 614 Masehi.

Image: amelianvs.deviantart.com
Perang antara Persia dan Romawi merupakan perang terpanjang yang pernah ada antara dua kekaisaran. Dari 92 SM sampai 627 Masehi, masing-masing pihak secara bergantian melakukan penyerangan, pembantaian, penaklukkan, dan penjarahan. Perang epik ini mencapai klimaks bukan selama periode Persia-Romawi, tetapi selama periode Sassanid-Byzantium. Kekaisaran Byzantium merupakan penerus kekaisaran Romawi, adapun kekaisaran Sassanid merupakan penerus kekaisaran Persia. Masing-masing pihak pada saat itu telah berkembang dan beradaptasi. Pasukan dan strategi mereka saling meniru satu sama lain.

Ketika Byzantium diperintah oleh kaisar Maurice, sempat terjadi perdamaian antara Bizantium dan Sassanid. Maurice bahkan menjalin diplomasi sangat baik dengan Shah Khosru II, pewaris tahta kekaisaran Sassanid. Khosru II naik tahta berkat dukungan dari Maurice. Hanya saja, terjadi pergolakan politik di Byzantium. Kaisar Maurice dibunuh, kemudian digantikan oleh Phocas sebagai kaisar yang baru.

Melihat hal ini, Khosru II menyatakan perang terhadap Byzantium dalam upaya untuk membalas dendam kepada pembunuh Maurice. Pasukan Sassanid melakukan invasi besar-besaran mengambil alih berbagai wilayah Byzantium seperti Dara, Amida, Edesa, Hierapolis, Aleppo, Apamea, Caesarea, Damaskus, dan semua kota-kota sekitarnya dalam waktu delapan tahun (605-613). Khosru II tampaknya telah bertindak terlalu jauh. Setelah sukses mengambil alih beberapa wilayah Byzantium, Khosru II menyatakan perang suci melawan agama Nasrani.

Khosru II. Image: Wikimedia
Setelah pengumuman itu, 26.000 orang Yahudi bergabung dengan pasukan Sassanid melakukan pengepungan terhadap kota Yerusalem. Kota suci ini akhirnya jatuh kepada kekuasaan Sassanid pada tahun 614 Masehi. Banyak orang Nasrani dibantai, gereja-gereja mereka terbakar habis, salib sejati diboyong ke Sassanid. Pada tahun 616 Masehi, Sassanid menguasai kota Alexandria. Invasi terus berlanjut, pada tahun 619 Masehi semua wilayah Mesir (hingga perbatasan Ethiopia) berhasil dikuasai Sassanid. Sementara itu, pasukan Sassanid yang lain menyerbu Asia Kecil pada tahun 617 Masehi dan berhasil menguasai Chalcedon. Sassanid menguasai kota-kota tersebut selama sepuluh tahun. Khosru II memungut pajak dari bekas provinsi Byzantium tanpa ampun hingga menyebabkan kemelaratan.

Peristiwa kekalahan telak kekaisaran Byzantium diabadikan oleh Al-Quran dalam ayat berikut:

Telah dikalahkan bangsa Rumawi di negeri yang terdekat. Dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang. [Quran 30: 2-5]

Khosru II kembali ke istana, kemenangannya itu dipuji sebagai kemenangan akhir bangsa Persia atas Yunani dan Romawi. Tak ada yang tersisa dari Kekaisaran Bizantium kecuali beberapa pelabuhan maritim Asiatic (dari Tirus ke Trebizond), ditambah beberapa wilayah dari Italia, Sisilia, Afrika utara, pantai Balkan, Yunani. Kekalahan itu begitu buruk, bahkan ketika Heraclius naik tahta ia menyatakan untuk memindahkan ibukota ke Carthage (Tunisia), karena dianggap sebagai tempat yang aman, tapi dihentikan oleh Patriark Konstantinopel. Beruntung, Khosru II mengakhiri permusuhan terhadap kaum Nasrani setelah Heraclius membayar upeti dalam jumlah besar.

Kekaisaran Byzantium ternyata belum sepenuhnya hancur. Setelah berlalu sepuluh tahun, Heraclius, penerus Phocas, yang memerintah pada 610-641 Masehi, mampu membangun pasukan baru. Pada tahun 624 Masehi ia berlayar melalui laut hitam, mendarat di Armenia, kemudian menyerang Sassanid dari belakang. Peperangan ini dikenal sebagai Perang Salib Byzantium, sedangkan sekutu Byzantium, bangsa Turk, menyerang Georgia yang juga masih wilayah Sassanid. Kekaisaran Sassanid ternyata tidak siap menghadapi serangan seperti ini.

Heraclius. Image: Wikimedia
Sebagai pembalasan atas perlakuan Khosru II yang telah menodai Yerusalem serta membawa Salib Sejati, Heraclius menghancurkan kota Clorumia, tempat kelahiran Zoroaster, Heraclius juga memadamkan Cahaya Suci. Pasukan Byzantium mengalahkan pasukan Sassanid di Armenia, sementara saudaranya Theodorus mengalahkan pasukan kedua ke barat. Dalam waktu yang berbeda, Sassanid dan sekutu mereka (bangsa Avar) mengepung Konstantinopel pada 626 Masehi, tetapi gagal. Pertempuran terakhir antara Bizantium dan Sassanid adalah pertempuran Niniwe, pada 627 Masehi, yang berakhir dengan kekalahan Sassanid. Khosru II melarikan diri ke Ctesiphon, di mana ia kemudian dibunuh oleh salah seorang putranya, Kavadh II. Pihak Sassanid kemudian berdamai dengan Heraclius dengan mengembalikan semua tanah yang telah diambil Sassanid dari Byzantium bersama dengan Salib Sejati.

Pertempuran ini akan menjadi yang terakhir kalinya antara Byzantium dan Sassanid. Setelah perang selama ratusan tahun, dua perang suci, dan korban yang tak terhitung jumlahnya, kedua pihak tidak memperoleh apa-apa. Kedua belah pihak melemah, dan tidak memiliki kekuatan untuk membela diri ketika datang serangan dari Rashidun Army (Arab). Kekaisaran Byzantium kehilangan banyak wilayah, adapun kekaisaran Sassanid dikalahkan dan menjadi bagian dari pemerintahan Rashidun. Wallahu a'lam.