Konflik antara kerajaan
Persia melawan kerajaan Romawi memiliki kronologi sangat panjang
dalam sejarah. Namun, mengingat tujuan penulisan artikel ini, banyak
bagian yang harus kami hilangkan tanpa mengurangi substansi cerita.
Artikel ini hanya meringkas secara singkat sejarah Perang
Persia-Romawi terutama pada masa jatuhnya Yerusalem pada tahun 614
Masehi.
Perang antara Persia dan
Romawi merupakan perang terpanjang yang pernah ada antara dua
kekaisaran. Dari 92 SM sampai 627 Masehi, masing-masing pihak secara
bergantian melakukan penyerangan, pembantaian, penaklukkan, dan
penjarahan. Perang epik ini mencapai klimaks bukan selama periode
Persia-Romawi, tetapi selama periode Sassanid-Byzantium. Kekaisaran
Byzantium merupakan penerus kekaisaran Romawi, adapun kekaisaran
Sassanid merupakan penerus kekaisaran Persia. Masing-masing pihak
pada saat itu telah berkembang dan beradaptasi. Pasukan dan strategi
mereka saling meniru satu sama lain.
Ketika Byzantium
diperintah oleh kaisar Maurice, sempat terjadi perdamaian antara
Bizantium dan Sassanid. Maurice bahkan menjalin diplomasi sangat baik
dengan Shah Khosru II, pewaris tahta kekaisaran Sassanid.
Khosru II naik tahta berkat dukungan dari Maurice. Hanya saja,
terjadi pergolakan politik di Byzantium. Kaisar Maurice dibunuh,
kemudian digantikan oleh Phocas sebagai kaisar yang baru.
Melihat hal ini, Khosru II menyatakan perang terhadap Byzantium dalam upaya untuk
membalas dendam kepada pembunuh Maurice. Pasukan Sassanid melakukan
invasi besar-besaran mengambil alih berbagai wilayah Byzantium
seperti Dara, Amida, Edesa, Hierapolis, Aleppo, Apamea, Caesarea,
Damaskus, dan semua kota-kota sekitarnya dalam waktu delapan tahun
(605-613). Khosru II tampaknya telah bertindak terlalu jauh.
Setelah sukses mengambil alih beberapa wilayah Byzantium, Khosru II menyatakan perang suci melawan agama Nasrani.
Setelah pengumuman itu,
26.000 orang Yahudi bergabung dengan pasukan Sassanid melakukan
pengepungan terhadap kota Yerusalem. Kota suci ini akhirnya jatuh
kepada kekuasaan Sassanid pada tahun 614 Masehi. Banyak orang Nasrani
dibantai, gereja-gereja mereka terbakar habis, salib sejati diboyong
ke Sassanid. Pada tahun 616 Masehi, Sassanid menguasai kota Alexandria.
Invasi terus berlanjut, pada tahun 619 Masehi semua wilayah Mesir
(hingga perbatasan Ethiopia) berhasil dikuasai Sassanid. Sementara
itu, pasukan Sassanid yang lain menyerbu Asia Kecil pada tahun 617
Masehi dan berhasil menguasai Chalcedon. Sassanid menguasai kota-kota
tersebut selama sepuluh tahun. Khosru II memungut pajak dari
bekas provinsi Byzantium tanpa ampun hingga menyebabkan kemelaratan.
Peristiwa kekalahan telak
kekaisaran Byzantium diabadikan oleh Al-Quran dalam ayat berikut:
Telah dikalahkan
bangsa Rumawi di negeri yang terdekat. Dan mereka sesudah dikalahkan
itu akan menang dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan
sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa
Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena
pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang. [Quran 30: 2-5]
Khosru II kembali ke
istana, kemenangannya itu dipuji sebagai kemenangan akhir bangsa
Persia atas Yunani dan Romawi. Tak ada yang tersisa dari Kekaisaran
Bizantium kecuali beberapa pelabuhan maritim Asiatic (dari Tirus ke
Trebizond), ditambah beberapa wilayah dari Italia, Sisilia, Afrika
utara, pantai Balkan, Yunani. Kekalahan itu begitu buruk, bahkan
ketika Heraclius naik tahta ia menyatakan untuk memindahkan ibukota
ke Carthage (Tunisia), karena dianggap sebagai tempat yang aman, tapi
dihentikan oleh Patriark Konstantinopel. Beruntung, Khosru II mengakhiri permusuhan terhadap kaum Nasrani setelah Heraclius membayar upeti dalam jumlah besar.
Kekaisaran Byzantium
ternyata belum sepenuhnya hancur. Setelah berlalu sepuluh tahun,
Heraclius, penerus Phocas, yang memerintah pada 610-641 Masehi, mampu
membangun pasukan baru. Pada tahun 624 Masehi ia berlayar melalui
laut hitam, mendarat di Armenia, kemudian menyerang Sassanid dari
belakang. Peperangan ini dikenal sebagai Perang Salib Byzantium,
sedangkan sekutu Byzantium, bangsa Turk, menyerang Georgia yang juga
masih wilayah Sassanid. Kekaisaran Sassanid ternyata tidak siap
menghadapi serangan seperti ini.
Sebagai pembalasan atas
perlakuan Khosru II yang telah menodai Yerusalem serta membawa
Salib Sejati, Heraclius menghancurkan kota Clorumia, tempat
kelahiran Zoroaster, Heraclius juga memadamkan Cahaya Suci. Pasukan
Byzantium mengalahkan pasukan Sassanid di Armenia, sementara
saudaranya Theodorus mengalahkan pasukan kedua ke barat. Dalam waktu
yang berbeda, Sassanid dan sekutu mereka (bangsa Avar) mengepung
Konstantinopel pada 626 Masehi, tetapi gagal. Pertempuran terakhir
antara Bizantium dan Sassanid adalah pertempuran Niniwe, pada 627
Masehi, yang berakhir dengan kekalahan Sassanid. Khosru II melarikan diri ke Ctesiphon, di mana ia kemudian dibunuh oleh salah
seorang putranya, Kavadh II. Pihak Sassanid kemudian berdamai dengan Heraclius
dengan mengembalikan semua tanah yang telah diambil Sassanid dari
Byzantium bersama dengan Salib Sejati.
Pertempuran ini akan
menjadi yang terakhir kalinya antara Byzantium dan Sassanid. Setelah
perang
selama ratusan tahun, dua perang suci, dan korban yang tak terhitung
jumlahnya, kedua pihak tidak memperoleh apa-apa. Kedua belah pihak
melemah, dan tidak memiliki kekuatan untuk membela diri ketika datang
serangan dari Rashidun Army (Arab). Kekaisaran Byzantium kehilangan banyak
wilayah, adapun kekaisaran Sassanid dikalahkan dan menjadi bagian
dari pemerintahan Rashidun. Wallahu a'lam.