Ketika kita menghirup udara di tempat
dengan ketinggian sama dengan permukaan laut, tekanan atmosfir sekitar cukup
tinggi (101,325 Pa). Konsentrasi oksigen di udara dengan ketinggian sama dengan
permukaan laut adalah 20,9 persen. Hal ini menyebabkan oksigen dengan mudah
masuk melewati saluran pernafasan (membran paru-paru) kita. Pada tempat yang tinggi, oksigen lebih sulit masuk ke sistem peredaran darah. Hal ini karena tekanan
udara yang lebih rendah. Hasilnya adalah hipoksia atau kekurangan oksigen. Sebagai
akibatnya, tubuh bereaksi dengan bernafas lebih cepat, lebih dalam, dan sering tersengal
ketika melakukan aktifitas.
Sulit untuk bernafas pada ketinggian ekstrim. Image: Wikimedia |
Menurut International Society for
Mountain Medicine, Ada
tiga tingkatan ketinggian yang mencerminkan jumlah oksigen yang menurun secara
drastis di atmosfer:
Tinggi = 1.500-3.500 meter
(4,900-11,500 kaki)
Sangat tinggi = 3.500-5.500 meter
(11.500-18.000 kaki)
Ketinggian ekstrim = di atas
5.500 meter (18.000 kaki)
Al-Qur’an menjelaskan hal ini
dalam ayat berikut:
Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk,
niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa
yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi
sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan
siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. [Surat Al-An'am Ayat 125]
Ketika kita melakukan perjalanan
ke daerah pegunungan yang sangat tinggi, tubuh kita secara otomatis
melakukan respons fisiologis. Ada
peningkatan pernapasan pada membran paru-paru dan peningkatan denyut jantung.
Tingkat denyut nadi dan tekanan darah naik tajam saat jantung
kita berdenyut kencang untuk mendapatkan lebih banyak oksigen ke sel. Hal
ini merupakan perubahan yang menyiksa, terutama bagi orang-orang dengan jantung
yang kurang sehat.
Efek dari hipoksia. Image: Wikimedia |
Atmosfir pada ketinggian 8.000 meter disebut zona
kematian. Hal ini mengacu pada ketinggian di atas titik tertentu dimana jumlah
oksigen tidak mencukupi untuk menopang kehidupan manusia. Konsep zona kematian
pertama kali dicetuskan pada tahun 1953 oleh Edouard Wyss-Dunant, seorang
dokter Swiss, dalam sebuah artikel tentang aklimatisasi yang diterbitkan dalam
jurnal Swiss Foundation for Alpine Research. Banyak kematian disebabkan oleh
dampak zona kematian karena tubuh manusia tidak bisa menyesuaikan
diri. Berada di tempat dengan ketinggian lebih dari 8.000 meter akan
mengakibatkan kemunduran fungsi tubuh, kehilangan kesadaran, dan akhirnya
kematian. Wallaahu a’lam bishawaab.