Menurut beberapa
hipotesis, Titanic sejak awal dirancang dengan desain yang banyak
dipuji sebagai teknologi mutakhir. Kapal paling mewah dan paling
megah pada masanya. Titanic dilengkapi dengan pintu kedap air yang bisa
dioperasikan secara terpisah atau bersamaan dengan sebuah saklar di
jembatan. Karyawan dari White Star Line pada saat peluncuran
Titanic, 31 Mei 1911, mengatakan bahwa Tuhan pun tidak akan bisa menenggelamkan kapal ini.
"Not even God
himself could sink this ship."
Titanic. Image: Wikimedia |
Pemilik dan perancang kapal
Titanic telah menantang Tuhan sejak permulaan. Kesombongan mereka
mengingatkan kita pada sosok Fir'aun dalam kisah Nabi Musa a.s dan
Nabi Harun a.s
Dari (azab) Fir'aun.
Sesungguhnya dia adalah orang yang sombong, salah seorang dari
orang-orang yang melampaui batas. [Surat Ad-Dukhan Ayat 31]
Tidak diragukan lagi
bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan
apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong. [Surat An-Nahl Ayat 23]
Keberangkatan Titanic
dari Southampton pada tanggal 10 April 1912 bukan tanpa keanehan.
Sebelum berangkat, kru kapal menemukan api batu bara kecil di salah
satu bunker. Kru menyiram batu bara yang membara dan menyekopnya
hingga mencapai dasar api. Setelah menilai situasi, kapten dan chief
engineer menyimpulkan bahwa tidak mungkin hal itu menyebabkan
kerusakan yang dapat mempengaruhi struktur lambung kapal, dan para
kru diperintahkan untuk terus menjinakkan api.
Menurut sebuah teori yang
diajukan oleh sejumlah kecil ahli Titanic, api menjadi tidak
terkendali setelah kapal tersebut meninggalkan Southampton, memaksa
awak kapal untuk mencoba berlayar dengan kecepatan penuh; Dengan
kecepatan yang begitu cepat, mereka tidak dapat menghindari tabrakan
fatal dengan gunung es.
Peristiwa lain yang
membuat penumpang panik terjadi saat Titanic meninggalkan dermaga
Southampton. Saat mulai berlayar, Titanic nyaris bertabrakan dengan
kapal S.S. Line Amerika New York. Hal ini dianggap sebagai pertanda
terburuk bagi sebuah kapal yang berangkat dengan pelayaran
perdananya.
Ruang penerima tamu kelas satu dari Titanic, diterbitkan di The Shipbuilder, 1911. Image: National Archives |
Pada tanggal 14 April
1912, setelah empat hari berlayar tanpa henti, Titanic menerima
laporan sporadis tentang es dari kapal lain. Namun kapal megah
tersebut tetap berlayar di laut yang tenang di bawah langit yang
cerah.
Sekitar pukul 23.30
malam, seorang awak kapal melihat sebuah gunung es yang keluar dari
kabut dari arah depan kapal. Menyadari hal itu, ia lalu membunyikan
bel peringatan dan menaiki jembatan. Mesin kapal mencoba menghindar
ke samping dan kapal itu diputar tajam. Lolos dari tabrakan langsung dengan gunung es, Titanic hanya mengalami sedikit gesekan di sepanjang sisi gunung es,
menaburkan fragmen es di bagian dek depan.
Merasakan tidak ada
tabrakan, awak kapal itu lega. Mereka tidak tahu bahwa gunung es itu
memiliki ombak bawah air bergerigi, yang mengakibatkan goresan
sepanjang 300 kaki di lambung kapal. Pada saat sang kapten
berkeliling ke daerah yang rusak, lima kompartemen sudah dipenuhi air
laut, dan busur kapal yang hancur itu terjepit di bawahnya,
menyebabkan air laut masuk menggenangi dari sekat ke dalam
kompartemen di bagian sebelah.
Para kru melakukan
perhitungan cepat dan memperkirakan bahwa Titanic mungkin hanya dapat
bertahan selama satu setengah jam, mungkin sedikit lebih. Pada saat
itu, kapten telah menginstruksikan operator nirkabelnya untuk meminta
bantuan, memerintahkan sekoci untuk dimuat.
Evakuasi sebagian besar
tidak terorganisir dan serampangan dimulai dengan turunnya sekoci
pertama. Banyak penumpang kapal mencoba bertahan dalam kondisi
mengenaskan mengingat temperatur
air laut saat itu mencapai -2 ° C. Keyakinan begitu tinggi
sehingga pemilik dan perancang Titanic menolak membawa sekoci dalam
jumlah banyak. Lebih dari 1.500 orang tewas dalam kecelakaan
tersebut.
Titanic patah menjadi dua
bagian, hampir tegak lurus dan akhirnya terjun ke bawah permukaan
samudra sekitar pukul 02.20 pada tanggal 15 April 1912. Sepanjang
pagi, kapal Carpathia - setelah menerima panggilan darurat Titanic -
mengumpulkan semua sekoci. Diperkirakan hanya berisi 705 korban yang
selamat.
Al-Quran menjelaskan
bahwa manusia bisa tertimpa azab ketika mereka dalam perjalanan.
Atau Allah mengazab
mereka diwaktu mereka dalam perjalanan, maka sekali-kali
mereka tidak dapat menolak (azab itu). Atau Allah mengazab mereka
dengan berangsur-angsur (sampai binasa). Maka sesungguhnya
Tuhanmu adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. [Surat An-Nahl Ayat
46-47]
Dalam ayat lain, Allah
SWT memberi perumpamaan sebagai berikut:
Dan berikanlah kepada
mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi
seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan
kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon korma dan di antara
kedua kebun itu Kami buatkan ladang ... Dan dia memasuki kebunnya
sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: "Aku kira
kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya ... Dan harta kekayaannya
dibinasakan; lalu ia membulak-balikkan kedua tangannya (tanda
menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedang
pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata: "Aduhai
kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku".
[Surat Al-Kahf Ayat 32, 35, 42]
Rasa percaya diri yang
berlebihan mirip dengan apa yang disampaikan oleh Al-Quran 14 abad
yang lalu. Hal ini memberi dampak yang menggetarkan masyarakat saat
Titanic tenggelam. Ada ketidakpercayaan yang luas, mana mungkin kapal
secanggih itu bisa tenggelam. Mengingat sarana komunikasi yang lamban
dan tidak dapat diandalkan, banyak informasi keliru yang diterima
oleh masyarakat. Surat kabar awalnya melaporkan bahwa kapal tersebut
telah bertabrakan dengan gunung es namun mampu bertahan dan ditarik
ke pelabuhan bersama dengan semua penumpangnya.
Sekoci dipenuhi korban yang selamat dari peristiwa Titanic.Image: National Archives |
Butuh berjam-jam agar
berita yang akurat tersedia secara luas. Bahkan saat itu orang-orang
mengalami kesulitan untuk menerima bahwa kapal dengan teknologi
modern ini dapat tenggelam dalam pelayaran perdananya. Tragedi ini
meruntuhkan kesombongan manusia, mengungkap fakta bahwa manusia tidak
luput dari kelemahan dan kesalahan. Wallaahu a'lam bishawaab.